![]() |
Foto Penulis : Syaifurrahman, S. Pd |
Wisuda TK, SD, SMP dan SMA/SMK sederajat, yang seharusnya menjadi momen perayaan kelulusan dan kebanggaan, kini menjadi polemik yang hangat diperbincangkan. Tradisi yang dianggap sakral ini, di satu sisi, menjadi beban finansial bagi sebagian orang tua. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa esensi pendidikan mulai tergerus oleh formalitas semata.
1. Akar Permasalahan :
* Beban Finansial : Biaya wisuda yang semakin tinggi, mulai dari sewa gedung, pakaian, hingga dokumentasi, menjadi momok bagi keluarga kurang mampu.
* Komodifikasi Pendidikan : Wisuda yang seharusnya menjadi simbol kelulusan, justru menjadi ajang pamer kemewahan dan status sosial.
* Esensi Pendidikan Tergerus : Fokus pada seremoni wisuda mengalihkan perhatian dari pencapaian akademik dan pengembangan karakter siswa.
* Perbedaan Sosial : Wisuda yang mewah dapat memperdalam kesenjangan sosial di antara siswa.
2. Dampak Negatif :
* Kesenjangan Sosial : Siswa dari keluarga kurang mampu merasa terpinggirkan dan malu karena tidak dapat mengikuti wisuda yang mewah.
* Beban Psikologis : Orang tua terpaksa berutang atau menunda kebutuhan penting lainnya demi membiayai wisuda anak mereka.
* Citra Pendidikan Tercoreng : Wisuda yang mewah menciptakan citra bahwa pendidikan hanya untuk kalangan berada.
3. Solusi Alternatif :
* Wisuda Sederhana dan Bermakna: Sekolah dapat menyelenggarakan wisuda yang sederhana, tetapi tetap khidmat dan bermakna. Fokus pada pencapaian akademik dan prestasi siswa.
* Transparansi dan Akuntabilitas : Sekolah harus transparan dalam penggunaan dana wisuda dan melibatkan orang tua dalam pengambilan keputusan.
* Kegiatan Alternatif : Sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan alternatif yang lebih bermanfaat, seperti bakti sosial, pameran karya siswa, atau pentas seni.
* Regulasi Pemerintah : Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas mengenai biaya wisuda dan mencegah komersialisasi pendidikan.
* Peningkatan Kesadaran : Perlunya peningkatan kesadaran di masyarakat bahwa kelulusan adalah pencapaian, bukan ajang pamer kekayaan.
4. Peran Orang Tua dan Masyarakat :
* Orang tua perlu bijak dalam menyikapi tradisi wisuda dan tidak memaksakan kehendak untuk mengadakan wisuda yang mewah.
* Masyarakat perlu mengubah pola pikir bahwa wisuda yang mewah bukanlah jaminan kesuksesan di masa depan.
* Mendukung kegiatan sekolah yang lebih menekankan pada pengembangan karakter dan kemampuan siswa.
Sebagai penutup saya ( Penulis ) ingin menekankan bahwa wisuda TK, SD, SMP dan SMA/SMK sederajat seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi semua pihak, bukan beban finansial atau ajang pamer kemewahan. Dengan solusi alternatif yang tepat, kita dapat mengembalikan esensi wisuda sebagai perayaan kelulusan yang sederhana, bermakna, dan inklusif. dan juga perlu kita ketahui bahwa setiap daerah mempunyai regulasi masing masing, patut kita tunggu.
Pesan Penulis :
Mari kita jadikan wisuda sebagai momen yang membanggakan, bukan membebani. Pendidikan yang berkualitas adalah hak semua anak bangsa, bukan hanya mereka yang mampu.
Penulis : Syaifurrahman, S. Pd